23 Mar 2009

Waktu Cepat Berlalu (1)

Aku mengamati dan menghayati cerita dibalik tumpukan foto album dari tahun ke tahun, foto masa kecil/foto remaja bersama teman-teman, foto keluarga, foto sahabat yang baru menikah, foto artis jaman dulu, foto sang koruptor dsb. Foto-foto itu berasal dari kamera analog yang di scanner, kamera digital, pemberian dsb. Lembar demi lembar merupakan balutan suka ataupun duka. Seperti biasa kenangan lamapun lalu bergentayangan. Dan kamera batinlah yang akhirnya bekerja. Setumpuk Kenang-kenangan melayang, bergelimangan seolah mencari dan mengejar masa lalu yang hilang atau lari menjauh. Lalu Sudut pandang tiba pada kesimpulan "waktu cepat berlalu".

Ketika siang terik, angin melenggos perlahan di antara pepohonan, sepoi-sepoi menebar kantuk, ku nikmati menit demi menit, meresapi kesejukannya dalam-dalam, bangunan keindahan khas perlahan tercipta dalam batin, pelan tak terasa tiba-tiba senja menyergap, padahal rasanya bagunan belum jadi. Lalu hati mengutuki jarum jam yang terlalu cepat berputar, malam pun berkuasa, tiba saatnya istirahat. Sebelum terlelap, rasanya diri tertinggal jauh oleh keinginan yang tidak terpenuhi. Begitu biasanya.

Mengelabui usia, seorang kakek membiaskan perasaan, seolah menggendong anak sementara ia menggendong cucu yang sudah kesekian. Dia larut dalam tidur si bayi dan merasa dialah yang ditimang ayahnya. Diam-diam dia menikmatinya dan terhanyut di dalamnya. Kadang kalau difikir, rasanya tak tahu diri, tapi itu indah, tak perlu digugat.

Seorang artis tua yang tak tenar lagi, tampak aneh dengan mata berpendar, batinnya ceria larut pada alur cerita sinetron romantisme anak muda masa kini, kadang ia berdiri, kadang ia duduk, sebentar-sebentar bahunya terangkat dan sebentar-sebentar kepalanya miring. Lalu tersenyum sendiri dan terbang ke layar putih bagai kupu-kupu warna-warni. Itupun indah, tak perlu di gugat.

Ada sahabat yang berduka, dahinya berkerut dan tatapannya kosong. Serasa baru kemarin dia kusaksikan menyelipkan cincin emas di jari manis kekasihnya, orang tersayang sedunia katanya waktu itu. Sekarang harus mondar-mandir mengurus surat cerai untuk sidang bulan depan. Akte nikah yang lama tersimpan dan tidur damai di bawah baju dalam lemari, sekarang harus letih di bawa ke sana-kemari, tak jarang di lemparkan dalam amarah tak terbendung. Padanya kusarankan melihat kumpulan foto album jiwanya, foto semanguk bakso, foto Parangtritis, foto tangis dan foto cubitan manis karena gemas.

Mengelabui perasaan, seorang pejabat yang diduga koruptor tersenyum-senyum di depan kamera, menyangkal kesalahan dan menguatkan nurani untuk menghapus perasaan bersalah. Ketika tiba masanya masuk bui, kegeraman, kegalauan dan dendam menjadi ombak raksasa yang berkuasa atas jati dirinya, padahal dia merasa baru kemarin dia diambil sumpah. Dalam tidurnya, Tuhan mengiriminya foto hotel Hilton, Niagara, Dufan, Bali, foto gelak tawa, mobil dan rumah mewah.

Sahabat, kita tak harus memandangi album foto-foto lama dari album jiwa hanya untuk menyesal. Kalaupun menginginkan masa lalu, cukuplah melihat album lama, lalu menikmati bahwa hari itu sudah pernah di lalui, dan sekarang dilalui kembali hanya sebagai review sebelum pemotretan berikutnya.

Si tua telah melengkapi pengembaraannya, jiwanya telah menjadi muda dalam tidur si cucu. Si cucu kelak akan menimangnya dalam doa dan kenangan. Di sisi lain, si artis tua telah tenar kembali, aktor-aktor muda, disadari atau tidak, telah mencatat, mempelajari dan beraktingnya seperti dirinya. Sementara sahabatku sekarang telah ceria, foto lama semangkok bakso telah tumpah membasahi, mengusamkan dan merobek surat cerai. Di benua lain, sang koruptor, harus menerima imbas dan harus rela bahwa terali besi akan mengkorupsi waktunya. Tapi dia harus menyadari pula bahwa dia menjadi punya banyak waktu untuk mendekatkan diri pada Sang penguasa waktu. Sekarang hari telah larut malam, akupun berdoa untuk berterima kasih atas setiap lembar foto, pada Sang penguasa waktu, lalu aku tertidur, tak terasa waktu cepat berlalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar